Sabtu, 21 Agustus 2010

Hubungan Doa dan Roh Kudus

ROH KUDUS DAN DOA
oleh Stephen Tong
"Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. Dan Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud Roh itu, yaitu bahwa Ia sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang kudus." (Roma 8:26,27) 
Doa merupakan nafas orang Kristen, suatu komunikasi antara yang diselamatkan dan Juruselamat. Doa merupakan persatuan dari kehendak yang diciptakan dengan kehendak yang menciptakan, "the unity of the will of the created one and the Creator". Doa merupakan persatuan dari kehendak kita, kemauan kita, yang disesuaikan dengan kehendak Allah Pencipta.
Doa penting sekali, tetapi Alkitab dengan jujur mengatakan kepada kita, bahwa kita sebenarnya tidak tahu bagaimana seharusnya berdoa. Ini jujur sekali. Siapa yang mengetahui bagaimana seharusnya berdoa? Kita selalu hanya minta-minta kalau berdoa, meminta menurut kemauan kita sendiri. Dalam berdoa kita mau supaya Tuhan menyesuaikan dengan kehendak kita.
Ada suatu cerita tentang sepasang suami-istri di provinsi Shantung di Cina. Suami-istri ini hidup dari menjual kain dengan berkeliling, karena mereka tidak mempunyai toko. Setiap akhir tahun mereka mempunyai kebiasaaan berlutut di hadapan Tuhan dan berdoa, "Oh Tuhan, saya berterima kasih kepada-Mu, karena Engkau sudah memberkati kami sehingga untung 100 bal kain. Tuhan, saya minta tahun depan beri saya keuntungan 200 bal kain." Sebelum doanya selesai si istri memotong, "Tuhan, jangan dengar doa suami saya, dengar doa saya. Kalau tahun ini Tuhan beri keuntungan 100 bal kain, tahun depan juga sama, 100 bal saja cukup." Si suami marah-marah, "Saya belum amin, kenapa kamu ikut campur, kita akan susah kalau cuma mendapat 100 bal kain." Tetapi si istri tidak peduli, ia melanjutkan doanya, "Tuhan, pokoknya doaku saja yang didengar. Jangan beri 200 bal. Kalau Engkau beri 100 bal ia akan tetap setia dan mencintai saya. Kalau 200 bal ia nanti akan cari istri kedua." Inilah doa orang dunia, kedua-duanya berdoa untuk mencari keuntungannya sendiri, bukan mencari kehendak Tuhan dan kerajaan-Nya.
Saya ingin bertanya kepada Saudara, apakah doa kita sudah sesuai dengan kehendak Tuhan? Apakah kita berdoa dengan pengertian akan apa yang dikehendaki oleh Tuhan? Saudara, Alkitab dengan terus terang berkata kepada kita bahwa kita sebenarnya tidak tahu bagaimana seharusnya berdoa. Apa yang kita doakan? Bagaimana kita harus mendoakannya? Kita sendiri tidak tahu. Banyak orang Kristen waktu berdoa asal buka mulut saja, "Tuhan, saya mau ini, mau itu". Sebelum saya melayani ke luar negeri saya tanya istri saya, "Kalau saya pulang engkau perlu saya bawakan apa?" Jawabnya, "Jangan bawakan apa-apa, saya tidak perlu apa-apa." Lalu saya tanya anak-anak saya, mau minta apa. Yang satu bilang, kali ini tidak ada keperluan apa- apa, tetapi saya pikirkan sendiri, dia perlu apa, nanti saya belikan untuk dia. Demikian juga Tuhan mau tahu hati kita waktu kita berdoa, bagaimanakah sikap kita terhadap kedaulatan, keinginan, rencana dan kehendak Allah.
Kedua ayat di atas menjelaskan bahwa kita sebenarnya tidak tahu bagaimana harus berdoa. Itulah sebabnya Roh Kudus diberikan menjadi Penolong bagi kita masing-masing, untuk menolong kita berdoa, menolong kita mengutarakan hati kita sepenuhnya kepada Tuhan sehingga sesuai dengan kehendak Tuhan. pada akhir ayat ini dikatakan, Roh Kudus mengetahui bagaimana berdoa bagi kita. Dia berdoa menurut kehendak Allah bagi orang-orang suci. Dalam keadaaan demikian kita melihat hubungan antara doa dan Roh Kudus. Bukan doa kita yang menggerakkan Roh Kudus, melainkan sebaliknya Roh Kudus menggerakkan roh kita untuk berdoa. Roh Kudus yang berdoa bagi kita sesuai dengan kehendak Allah yang menerima doa kita. Di sini kita menegaskan sekali lagi doktrin dan teologia doa yang benar. 
Berdoa dalam Roh dan Kebenaran.
Saudara-saudara, semakin saya memikirkan, semakin limpah. Semakin saya merenungkan, semakin dalam saya mengerti, semakin saya mengerti semakin saya kagum akan ajaran Alkitab mengenai doa yang begitu berlimpah. Banyak orang Kristen dan gereja pada waktu berdoa tidak menyelidiki baik-baik teologi doa yang diajarkan Alkitab. Alkitab berkata, "Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah yang benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran." (Yohanes 4:23). Dalam sembah sujud dan berbakti kepada Tuhan ada dua unsur penting. Pertama yaitu berbakti dengan jujur, berbakti di dalam kebenaran; ini suatu aspek fungsi rasio. Kedua, berbakti di dalam roh, berbakti di dalam kuasa Roh Kudus, ini aspek rohani. Iman mencakup dua wilayah; wilayah rasional dan wilayah spiritual. Wilayah rasional bersangkut-paut dengan fungsi pikiran. Wilayah spiritual bersangkut paut dengan fungsi kita berbakti dan memuliakan Allah.
Yesus Kristus berkata, "Barangsiapa menyembah Allah, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran." Aku berbakti kepada Tuhan, baktiku berdasarkan kebenaran yang memimpin pikiranku. Berbahagialah orang yang pikirannya dipimpin oleh kebenaran dan hati nuraninya dipimpin oleh Roh Kudus, dan kedua aspek itu bekerja bersama-sama. Dwi fungsi berintegrasi di hadapan Tuhan. Jika kita mempunyai otak yang tidak dipimpin oleh Roh Kudus, bakti kita tidak diterima dengan baik. Jika kita mempunyai roh yang sungguh-sungguh tetapi tidak ada kebenaran yang memimpin kita, kita tidak mungkin memuliakan Tuhan dengan sungguh-sungguh. Berbahagialah orang yang punya integrasi, suatu penggabungan yang mencakup kedua aspek ini. Di bagian rasio ada kebenaran yang memimpin, di bagian rohani ada Roh Kudus yang bertakhta. Saudara-saudara, bakti sudah mencakup aspek fungsi hidup rohani yang disebut berdoa; berdoa dengan roh, berdoa dengan pengertian. "Aku akan berdoa juga dengan akal budiku," demikian Paulus berkata dalam 1 Korintus 14:15. Doa dalam roh dan doa dalam pikiran, doa dalam roh dan doa dalam akal, dalam pengertian. Betapa banyak orang berani menafsirkan ayat itu secara salah dengan mengatakan, bahwa engkau berdoa tidak perlu memakai pikiran, hanya berglosolali atau roh yang memimpin, sehingga pikiranmu kabur atau tidak jelas. Saya kira itu bukan ajaran Alkitab. Kalau Saudara meneliti surat Korintus, Paulus menekankan bukan hanya berdoa dalam roh tetapi juga memakai pengertian. Jadi di sini keseimbangan yang ditekankan. Roh Kudus memimpin rohmu dan Firman memimpin pikiranmu.
Tidak ada seorangpun yang berhak memisahkan Roh Kudus dari kebenaran, dan tidak ada seorang pun yang berhak memisahkan pimpinan Roh Kudus dengan roh kita. Jika pikiran kita tidak dipimpin oleh Kebenaran, kita belum bisa berbakti kepada Allah. Jika hati dan nurani kita tidak dipimpin oleh Roh Kudus, kita belum mengerti bagaiman berdoa kepada Tuhan. Jadi, berbakti kepada Tuhan dalam kebenaran dan roh, berdoa kepada Tuhan dalam pikiran dan hati nurani yang dipimpin oleh Roh. Roh Kudus tidak mungkin memimpin seseorang tanpa memakai kebenaran. Dengan kebenaran Dia memimpin kita, karena Firman Tuhan menjadi pedoman hidup, Firman Tuhan menjadi pelita bagi jalan kita, Firman Tuhan menjadi penerang bagi hati nurani, dengan cahaya Firman kita dipimpin. Saudara-saudara, seorang yang rohani adalah seorang yang taat kepada kebenaran Alkitab. Seorang yang bijaksana adalah seorang yang menaklukkan pikiran di bawah kuasa Roh Kudus dan kedaulatan Tuhan Allah. 
Berdoa sesuai dengan kehendak Bapa.
Roh Kudus dan doa. Doa dan Roh Kudus. Pada waktu Yesus, Anak Allah yang tunggal, berada di dunia, Dia tidak bisa berdoa tanpa pimpinan Roh Kudus. Ketika Anak Manusia yang menjadi wakil engkau dan saya berada dalam dunia, Allah yang menjadi daging, Kalam yang menjadi manusia, Firman yang menjadi Imanuel, Dia perlu pimpinan Roh Kudus. Siapakah engkau, yang berdoa tidak perlu dipimpin oleh Roh Kudus? Siapakah engkau, yang sudah belajar menghafal doa sehingga engkau merasa sudah pintar berdoa di luar kepala dan tidak perlu dipimpin oleh Roh Kudus? Dalam Lukas 4 dan Matius 4 dikatakan, Roh Kudus memimpin Yesus ke padang belantra untuk dicobai dan di situ Dia berdoa 40 hari. Dia berdoa, berdoa, berdoa dan sebagai puncak doanya kita melihat Roh Kudus memimpin Dia. Selama 40 hari Dia berada dalam pergumulan doa. Roh Kudus mendampingi dan akhirnya doa-Nya sudah memuncak, sudah mencapai suatu status, kuat untuk bisa mengadapi pencobaan-pencobaan yang berat. Di dalam dunia, Yesus berdoa dan dipimpin oleh Roh Kudus.
Saudara-saudara, bukan hanya itu; Alkitab berkata bahwa Roh menolong kita dengan keluhan-keluhan yang tak terucapkan. Apakah artinya ini? Keluhan yang tidak terkatakan, yang tidak dimengerti oleh manusia, keluhan-keluhan itulah dikatakan Roh Kudus. Orang yang belajar sabar tahu betapa berat arti S-A-B-A-R ini. Sabar ini sulit. Dalam bahasa Tionghoa kata "sabar" tersusun oleh dua suku kata (radix), yang artinya jantung ditusuk oleh pisau. Itulah arti sabar. Kadang-kadang saudara tidak bisa sabar tetapi mesti sabar juga, sudah tidak bisa tetapi mesti sabar, saudara paksa-paksakan, persis seperti jantung ditusuk pisau. Goyang sedikit, pecah jantungmu. Itu namanya sabar. Siapakah yang paling sabar? Yang paling sabar ialah Roh Kudus. Waktu Dia memperanakkan kita, Dia sudah bertekad untuk mendampingi anak yang dilahirkan itu. Dia mau hidup ditengah-tengah kita, Dia mau hidup di dalam kita. Roh Kudus mendampingi kita seperti seorang ibu, dengan penuh kesabaran Ia mendidik kita, memimpin kita menuju ke jalan yang benar, menuju jalan yang bercahaya dengan terang yang mulia.
Dalam bahasa Yunani Roh Kudus disebut "Parakletos". "Para" artinya di samping. "Parakletos" adalah Penghibur yang mendampingi kita. Pada waktu engkau dicela, dihina, waktu engkau sendirian melayani Tuhan dan tidak dimengerti oleh orang lain, bahkan oleh kawan dan rekan sendiri, ingatlah akan "Parakletos", Roh Kudus Penghibur yang mendampingi engkau di sampingmu dan terus menguatkan engkau, berdoa ganti engkau, karena Dia mengatahui isi hati Tuhan dan Bapa mengetahui doa Roh Kudus. Ini adalah komunikasi antara ketiga oknum; Bapa, Anak dan Roh Kudus. Bapa mencintai Anak. Anak mencintai Bapa, Bapa mencintai Roh Kudus, dan Roh Kudus mencintai Bapa. Ketiga Oknum berkomunikasi, ketiga Oknum saling mencintai, dan pengertian antara ketiga Oknum demikian jelas, demikian tuntas, sempurna dan demikian indah. Disebut di sini bahwa Roh Kudus tahu maksud Bapa dan Bapa juga mengerti isi hati Roh Kudus. Karena Roh Kudus mengetahui kedalaman dan keajaiban segala rahasia yang tersembunyi sedalam- dalamnya di dalam diri Allah Bapa, maka Roh Kudus bisa berdoa sesuai dengan kehendak Bapa, sedangkan engkau dan saya tidak mungkin.
Roh Kudus membantu engkau dan saya berdoa di hadapan Tuhan. Saudara, dulu di desa-desa di Tiongkok banyak wanita tidak sekolah. Kalau mereka mau menulis surat kepada suami atau anaknya di kota lain, mereka harus meminta bantuan seorang tukang tulis surat. Nah, tukang tulus surat tidak ada modal berdagang tetapi ada modal sekolah. Jadi mereka pasang satu meja, botol tinta, sebuah pena, yaitu kuas dari bulu, dan banyak kertas di lacinya. Wanita-wanita itu lalu mendiktekan apa yang mereka ingin katakan. Biasanya bahasa mereka selalu jelek, tata bahasanya tidak teratur, tetapi yang menulis langsung mengubah menjadi kalimat-kalimat yang indah, tata bahasanya baik dan tulisannya bagus; kalau kata-katanya terlalu kasar dihaluskan, supaya dapat mengungkapkan apa yang diinginkan dengan sebaik-baiknya. Nah, Saudara, demikianlah pekerjaan Roh Kudus, dalam membantu kita berdoa. Doa kita sering ngawur, Roh Kudus membetulkan. Dia mengeluh dan mengeluh mendengar doa kita, tetapi Ia memperindah doa kita sehingga diterima oleh Bapa. Saudara mau doa Saudara diterima oleh Bapa? Caranya tidak lain, kecuali hidup menurut kehendak-Nya dan diperkenan oleh-Nya, dan Roh Kudus akan membantu kita berdoa.
Saudara, sejak saya berumur sepuluh tahun saya mempunyai beban doa untuk penginjilan dunia, tetapi tidak tahu bagaimana harus berdoa. Kemudian Tuhan menolong saya untuk mulai melihat siapa yang memberitakan Injil, saya mendukung para penginjil dan siapa yang diinjili, orang-orang yang paling sulit menerima Injil; lalu cari kesulitan dan rintangan yang mereka hadapi dan saya doakan. Mulai Tuhan mengajar dengan kebenaran, seperti mengupas lapisan-lapisan bawang yang luarnya sudah rusak, mengupas satu per satu sampai ditemukan inti di dalamnya yang sesuai dengan hidup yang Allah ingini. Pelan-pelan saya belajar mengetahui bagaimana berdoa sesuai dengan kehendak Tuhan. Dalam berdoa saya dididik, saya dibantu, sehingga lambat laun mulai tidak lagi berdoa untuk hal-hal yang sekunder, hal-hal yang tidak perlu, tidak lagi berdoa untuk keuntungan dan kepentingan diri sendiri, melainkan mengutamakan Tuhan. Lambat laun saya merasakan perasaan saya lain sekali; kalau Tuhan sudah mau begini, hati ingin begitu, tidak ada sejahtera. Setelah berdoa untuk pekerjaan Tuhan, berdoa untuk orang lain, untuk penginjilan seluruh dunia, ada suatu ketenangan dalam hati.
Saudara akan mengalami damai sejahtera yang luar biasa kalau Saudara mengingat orang lain, bukan mengingat diri sendiri. Di dalam Alkitab ini merupakan suatu prinsip! Pada waktu Ayub bersungut-sungut tidak habis-habisnya, mencela Allah, ia tidak ada jalan pembebasan. Tetapi ketika Ayub berdoa untuk kawan-kawannya dan untuk orang lain, Allah melepaskan dia dari kesusahan. Ayat yang indah! Hanya Roh Kudus yang bisa menolong kita, mengarahkan kita keluar dari hidup doa yang egosentris menuju hidup doa yang altruistis, yaitu berdoa untuk orang lain. Hidup berdoa untuk melihat lebih lebar, lebih luas, penyangkalan diri lebih besar, melihat kerajaan Allah. Roh Kudus menolong kita berdoa karena Ia mengetahui isi hati Tuhan. Kiranya Tuhan memperbarui, menormalkan dan mengarahkan kebenaran di dalam hidup doa kita masing-masing.

Sumber: Khotbah Pdt. Dr. Stephen Tong dalam Persekutuan Doa Momentum; Buletin Surat Doa -- No. 4, diterbitkan oleh LRII (Lembaga Reformed Injili Indonesia) 

Hati seorang Murid Yesus

" Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan. "
Amsal 4 : 23
 
Tuhan Yesus disalibkan oleh karena akibat sikap ketidaktahuan mereka, bahkan mereka menutup hati, mereka menolak segala kebenaran yang ada dalam diri Yesus Kristus, mereka tahu bahwa Allah Abraham,  Ishak  dan  Yakub,  Allah  nenek  moyang  kita  telah memuliakan Hamba-Nya,  yaitu Yesus (Kis 3:12-17) tetapi mereka tetap menolak, membunuh dan menyalibkan Yesus karena ketidaktahuan mereka, mereka menutup hati.
 
Ketidaktahuan dapat menimbulkan tragedi, bencana. Oleh karena itu kita harus mengasah hati kita, karena ketidaktahuan berhubungan dengan hati. Apabila seseorang mempunyai hati yang buta, maka seseorang itu tidak mempunyai kepedulian. Sekalipun mereka melihat, mereka tidak melihat dan tidak menganggap sekalipun mereka mendengar, mereka tidak mendengar dan tidak mengerti, sebab hati mereka membebal, telinga mereka berat mendengar, dan mata mereka melekat tertutup (Mat 13:13-16) oleh karena itu jagalah hati kita dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan (Amsal 4:23) sehingga tidak terjadi tragedi, bencana dan tidak dipermalukan, hati yang terbuka memancarkan kehidupan dan hati yang telah diperbarui dapat membangkitkan kuasa.

Sikap hati percaya penuh kepada Tuhan sangatlah penting, sebab jika kita mengaku dengan mulut kita, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hati kita, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari orang mati, maka kita akan diselamatkan, karena dengan hati orang yang percaya dan dibenarkan, dan kita tidak akan dipermalukan (Roma 10:9-11) apabila sikap hati kita percaya kepada Allah maka mujizat akan terjadi.


Hati perlu disiram, dan dirawat, hati yang sudah dibaharui, hati yang sudah disucikan, hati yang sudah dibersihkan jangan berhenti karena status legalitas dan kebanggaan, tetapi kita terus perlu air Firman Tuhan untuk menyirami hati kita supaya bertumbuh, berbuah dan buahnya manis dan mempunyai sikap hati yang berkenan kepada Tuhan.(Lukas 8:6)


Saudara-saudara marilah kita membuka hati kita, menjaga hati kita dengan segala kewaspadaan, karena dari sikap hati yang percaya dan terbuka menimbulkan rasa kepedulian terhadap keluarga, jemaat, lingkungan serta sesama sehingga tidak menimbulkan bencana atau tragedi tetapi kita dapat membangun kebersamaan dalam jemaat, dan dengan sikap hati yang percaya kepada Tuhan akan melahirkan mujizat dan kuasa. Tumbuhkan sikap hati yang rindu dengar-dengaran Firman Tuhan sehingga hati kita senantiasa disiram dan diperbaharui oleh Firman Allah sehingga dapat membedakan manakah kehendak Allah, apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. (Roma 12:2)

Haleluya Amin.

Sumber : kotbah Bp. Pdt. Yos Hartono

Roh Kudus memampukan kita bersaksi

Kis. 2:1-21, Mzm. 104:24-34, Rom. 8:4-17, Yoh. 14:8-17, 25-27               

Pengantar
Peringatan hari raya Pentakosta sering kita pahami sebagai hari pencurahan Roh Kudus. Pandangan tersebut sangatlah tepat. Tetapi bagi umat Israel Perjanjian Lama, hari raya Pentakosta yang mereka sebut dengan istilah “Shavuot” lebih dihayati sebagai hari turunnya Taurat di gunung Sinai, dan juga “Shavuot” merupakan hari pengucapan syukur atas hasil panen sebagai bukti pemeliharaan Allah di dalam hidup mereka. Semua ide tersebut menyatakan satu prinsip teologis, yaitu pencurahan berkat-berkat Allah yang rohaniah dan jasmaniah dalam kehidupan umatNya. Pewahyuan Taurat merupakan karunia rohaniah, dan hasil panen merupakan karunia pemeliharaan Allah kepada umatNya. Pada sisi lain umat Israel di Perjanjian Lama sebenarnya juga mengenal pencurahan roh. Namun makna pencurahan roh dalam kehidupan umat Israel di Perjanjian Lama masih terbatas dalam peristiwa pengurapan seorang Raja, Imam dan Nabi. Jadi sangat menarik kitab nabi Yoel yang dijadikan sumber kitab Kisah Para Rasul justru menyatakan, yaitu: “Akan terjadi pada hari-hari terakhir – demikianlah firman Allah – bahwa Aku akan mencurahkan RohKu ke atas semua manusia; maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat, dan teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan, dan orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi” (Kis. 2:17). Nubuat nabi Yoel tersebut menjadi suatu kenyataan pada hari Pentakosta. Di Kis. 2:1 menyaksikan bagaimana semua orang percaya kepada Kristus mendapat pencurahan Roh Kudus. Yang mana pencurahan Roh Kudus yang dahulu di zaman Perjanjian Lama masih terbatas pada kalangan “elit” tertentu, kini pada hari Pentakosta di Perjanjian Baru meluas dalam lingkup “setiap orang percaya”. Bahkan anak-anak perempuan dan orang-orang muda pada hari Pentakosta tersebut juga memperoleh pencurahan Roh Kudus.  

Jangkauan Roh Yang Lintas Batas
Dalam tradisi umat Israel, wanita dan anak-anak sebenarnya tidak diperbolehkan berbicara dan menyampaikan firman. Tetapi pada hari Pentakosta, mereka juga dipenuhi oleh Kudus untuk menyampaikan kesaksian firman Tuhan. Mereka diberi karunia Roh untuk menyampaikan firman sesuai dengan bahasa  dan pengertian orang-orang di sekitarnya, sehingga para pendengar menjadi mengerti dan memahami apa yang mereka maksudkan. Pencurahan Roh pada hari Pentakosta memampukan mereka untuk mengkomunikasikan berita Injil Kristus kepada setiap orang sesuai “world-view” (pandangan dunianya). Firman yang  menyaksikan tentang Kristus adalah firman yang hadir di tengah-tengah realitas kehidupan umat. Karena itu firman dari sang Kristus adalah firman yang kontekstual. Firman Kristus tersebut bukanlah firman yang asing bagi para pendengar atau firman yang jauh dari kenyataan pergumulan riel umat percaya. Itu sebabnya pada hari Pentakosta, Roh Kudus memberi kemampuan kepada para murid untuk menyampaikan firman yang dapat dimengerti oleh semua orang yang hadir saat itu. Di Kis. 2:9-10 mendiskripsikan orang-orang yang hadir dari berbagai suku bangsa, yaitu: Partia, Media, Elam, penduduk Mesopotamia, Yudea dan Kapadokia, Pontus dan Asia, Frigia dan Pamfilia, Mesir dan daerah-daerah Libia yang berdekatan dengan Kirene, pendatang-pendatang dari Roma. Di tengah-tengah pluralisme suku bangsa, budaya, bahasa dan adat-istiadat tersebut, Roh Kudus berkarya menyatukan mereka dengan kabar baik yang satu dan sama. Sehingga mereka yang semula dipisahkan oleh berbagai latar-belakang dimampukan untuk mengerti dan menerima kabar baik dari Injil Kristus.

Kondisi umat yang semula hidup beraneka-ragam latar-belakangnya, namun pada hari Pentakosta disatukan oleh Roh Kudus. Yang mana kondisi umat pada hari Pentakosta tersebut sangat berbeda dengan kondisi umat yang semula  memiliki satu bahasa dan logatnya. Di Kej. 11 menyaksikan bagaimana umat yang satu bahasa dan logatnya tersebut akhirnya dikacau-balaukan oleh berbagai perbedaan. Tiba-tiba mereka tidak saling mengerti apa yang dimaksudkan oleh orang-orang di sekitarnya. Penyebab utama kekacau-balauan tersebut adalah suatu sikap sombong untuk mempermuliakan diri dengan membuat menara yang puncaknya sampai ke langit.   Ketika kita saling tidak mengerti dengan apa yang dimaksudkan oleh orang-orang di sekitar, bukankah akan terjadi kesalahpahaman dan konflik?  Dalam kenyataan hidup kita menyadari bahwa tidaklah mudah untuk mengkomunikasikan maksud hati atau pikiran kepada sesama khususnya ketika kita berhadapan dengan “world-view” atau perspektif yang berbeda.  Bahkan suatu istilah yang sama tetapi disampaikan dalam konteks yang berbeda akan menghasilkan arti atau pengertian yang berbeda. Makna suatu kata atau pengertian juga ditentukan oleh cara pengucapan dan sikap tubuh kita. Apalagi ketika ucapan tersebut disampaikan dengan sikap yang sombong, maka suatu istilah yang semula baik menjadi sangat menyakitkan hati oleh orang yang mendengar atau melihatnya.  Namun pada hari Pentakosta Roh Kudus berkenan menguduskan semua perbedaan dan penghalang komunikasi yang ada, sehingga terciptalah suatu pemahaman yang benar dan utuh bagi setiap orang yang mendengar berita Injil Kristus. 

Karunia Bahasa Lidah?
Dalam peristiwa hari Pentakosta sama sekali tidak terjadi glosolalia (karunia berbahasa lidah)  sebagaimana sering dinyatakan oleh kalangan tertentu. Sebab dalam bahasa lidah bukan dimaksudkan sebagai bahasa komunikasi dengan sesama, tetapi secara pribadi kepada Allah. Di surat I Kor. 14:2 rasul Paulus berkata: “Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, tidak berkata-kata kepada manusia, tetapi kepada Allah. Sebab tidak ada seorangpun yang mengerti bahasanya; oleh Roh ia mengucapkan hal-hal yang rahasia”.  Tetapi pada hari Pentakosta justru terjadi “xenolalia” (karunia yang mampu untuk berbahasa asing). Perbedaannya adalah umat yang berbicara dengan bahasa lidah akan menggunakan kata-kata yang asing dan tidak dapat dipahami oleh para pendengarnya. Tetapi mengkomunikasikan Injil dengan karunia “xenolalia” justru akan memampukan si penyampai untuk berbahasa “asing” sesuai dengan pemahaman para pendengarnya, sehingga para pendengar mampu mengerti dengan jelas berita yang disampaikan. Sehingga orang-orang Yahudi, orang-orang asing yang menjadi penganut agama Yahudi, orang Kreta dan orang Arab dari beberapa tempat seperti: Partia, Media, Elam, penduduk Mesopotamia, Yudea, Kapadokia, Pontus, Asia, Frigia, Pamfilia, Mesir, daerah-daerah Libia, dan pendatang-pendatang dari Roma dapat mengerti seluruh maksud dari firman yang disampaikan oleh rasul Petrus (Kis. 2:8-11).  Ini berarti  pencurahan Roh Kudus pada prinsipnya bertujuan untuk menjembatani suatu jarak yang terbentang di antara berbagai pihak, sehingga setiap pihak dapat mengalami karya keselamatan Allah yang telah dinyatakan di dalam pengorbanan Tuhan Yesus Kristus di kayu salib.

Walaupun kehidupan kita di antara sesama saat ini telah dilengkapi dengan peralatan komunikasi yang canggih, namun dalam prakteknya masih sering ditandai oleh kegagalan dalam berkomunikasi.  Kesalahpahaman yang terjadi selain menimbulkan berbagai konflik dan pertikaian, juga tidak jarang terjadi pertumpahan darah. Walaupun kita seiman, namun tidak jarang kita mengalami kesulitan dan kegagalan untuk memahami “world-view” (pandangan dunia) sesama anggota jemaat kita. Apalagi komunikasi yang kita lakukan dengan orang yang tidak seiman, tidak satu suku/etnis, tidak sama tingkat pendidikan dan tingkat sosialnya akan berada dalam jarak yang lebih lebar dan sulit. Akibatnya hidup kita saat ini sering terkotak-kotak, saling mengucilkan dan mencurigai sesama. Bahkan yang lebih memprihatinkan hubungan di tengah-tengah keluarga juga terkotak-kotak, sehingga hubungan antara suami-isteri sering ditandai oleh kesalahpahaman, pertikaian dan perceraian. Selain itu pada zaman yang modern ini kita masih menghadapi masalah diskriminasi gender kepada kaum wanita, yang mana kaum wanita masih sering menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.  Demikian pula hubungan antara orang-tua dan anak mengalami masalah yang makin kompleks. Setiap kita gagal dalam komunikasi sehingga menimbulkan kesalahpahaman dan konflik dengan sesama, maka saat itu juga kita kehilangan perasaan damai-sejahtera. Sebenarnya pengalaman kehilangan perasaan damai-sejahtera merupakan suatu sinyal rohani yang dikaruniakan oleh Tuhan untuk mengingatkan bahwa hidup kita tidak bahagia karena kita telah gagal dalam memahami dan mengasihi sesama kita. 

Pemulihan Untuk Saling Mengasihi
Janji Tuhan Yesus yang akan mengutus Roh Kudus pada prinsipnya bertujuan agar hubungan antara sesama dalam kehidupan umat manusia ditandai oleh kemampuan untuk mengasihi. Itu sebabnya di Yoh. 14:15-16, Tuhan Yesus berkata: “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahKu. Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu, yaitu Roh Kebenaran”. Karya Roh Kudus yang utama adalah memulihkan kemampuan umat percaya untuk saling mengasihi, sehingga hubungan dan komunikasi yang terputus dapat terjalin kembali. Sehingga dalam keluarga atau rumah-tangga umat percaya diharapkan tidak ada lagi yang melakukan kekerasan dalam berbagai bentuk, baik kekerasan secara fisik maupun kekerasan secara emosional. Tetapi kenyataan justru berbicara lain. Keluarga orang-orang Kristen justru sering terlibat dalam kekerasan fisik dan emosi kepada anggota keluarganya. Para pelaku kekerasan tersebut sesungguhnya orang-orang yang belum mampu berdamai dengan masa lalunya yang buruk. Mereka membutuhkan pencurahan Roh sehingga luka-luka batin mereka disembuhkan. Karya Roh Kudus bertujuan untuk mendamaikan diri kita dengan Allah dan sesama kita. Itu sebabnya Roh Kudus yang adalah Penghibur dikaruniakan kepada umat percaya agar mereka mengalami damai-sejahtera Kristus yang tidak dapat diberikan oleh dunia ini. Di Yoh. 14:27 Tuhan Yesus berkata: “Damai-sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai-sejahteraKu Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu”. Dengan demikian karya Roh Kudus dikaruniakan kepada kita agar Dia membalut dan menyembuhkan semua luka-luka batin atau luka-luka dalam emosi kita, sehingga kita dapat mengalami damai-sejahtera dan pengampunan dari Kristus. Pemulihan dan penyembuhan dari Kristus tersebut memungkinkan kita untuk menjadi saksi yang menyalurkan damai-sejahteraNya.

Karena itu kehidupan jemaat dapat menjadi potret diri dari para keluarga yang menjadi anggotanya. Jika para keluarga dalam anggota jemaat tersebut dipenuhi oleh kasih dan pengampunan, maka jemaat secara keseluruhan akan cenderung mempraktekkan damai-sejahtera Kristus. Sebaliknya ketika para keluarga dalam anggota jemaat tersebut dipenuhi oleh luka-luka batin dan perasaan sakit hati, maka umummya mereka akan cenderung untuk saling mengembangkan sikap curiga, bermusuhan, iri-hati dan saling melukai. Karya Roh Kudus pada hari Pentakosta tidak sekedar berkarya dalam lingkup yang luas seperti gereja atau masyarakat, tetapi dimulai dari kehidupan keluarga dan komunitas inti lainnya. Bila setiap komunitas inti atau keluarga memperoleh pencurahan Roh Kudus yang menyebabkan mereka mengalami pembaharuan hidup, maka pembaharuan hidup tersebut akan membawa pengaruh yang sangat besar dalam lingkup yang lebih luas. Karya Roh Kudus yang utama adalah menghadirkan kasih dan pengampunan, sehingga terciptalah suatu syaloom yang menyeluruh dalam kehidupan umat.

Roh Yang Memerdekakan
Di Rom. 8:1-13, pada prinsipnya rasul Paulus mengingatkan kepada umat percaya bahwa setiap orang yang hidup dalam kuasa Roh tidak akan hidup lagi dalam keinginan daging. Sebab kuasa Roh  memberi kita hidup setelah kita dimerdekakan oleh Kristus dari hukum dosa dan hukum maut. Rasul Paulus berkata: “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus, Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut”.  Ini berarti pencurahan Roh Kudus yang telah diterima oleh setiap orang percaya ketika dia dibaptis dan mengaku percaya sesungguhnya diberi karunia untuk hidup menurut Roh. Dengan karunia Roh tersebut mereka telah diberi kemampuan untuk menolak dan melawan kehidupan menurut daging. Namun seringkali karunia Roh yang sebenarnya telah memerdekakan setiap orang percaya dari keinginan daging tersebut tidak diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Justru kita membiarkan keinginan daging menguasai seluruh aspek kepribadian kita. Sehingga arah dan orientasi hidup kita tertuju kepada keinginan daging dan hawa-nafsu dunia ini. Kita menjadi budak dan hamba dari hawa nafsu seperti misalnya: hawa-nafsu amarah, serakah, bersikap sewenang-wenang, nafsu seksuil yang liar, sikap konsumerisme, dan sebagainya. Di Rom. 8:6 merupakan gambaran bagaimana perbedaan orientasi antara mereka yang hidup menurut daging dan mereka yang hidup menurut Roh, yaitu: “Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging; mereka yang hidup menurut Roh, memikirkan hal-hal yang dari Roh”. Karena itu karya Pencurahan Roh Kudus pada hari Pentakosta ini bertujuan untuk memulihkan kembali arah dan orientasi hidup kita agar tertuju kepada keinginan Roh belaka. Kita semua dipanggil untuk tidak bersikap toleran dan tidak berkompromi sedikitpun dengan berbagai keinginan daging. Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai-sejahtera (Rom. 8:6).

Manakala kita dibebaskan dari keinginan daging, maka oleh kuasa Roh Kudus kita diberi karunia damai-sejahtera. Dalam hal ini makna damai-sejahtera merupakan lawan dari roh ketakutan dan kecemasan. Firman Tuhan di Rom. 8:14-15 berkata: “Semua orang yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah. Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: ya Abba, ya Bapa”. Ketika kita hidup menurut keinginan daging maka kita terbelenggu oleh hawa-nafsu dan kuasa dosa sehingga membuat kita terpisah dari persekutuan dengan Allah. Kita dikuasai oleh roh perbudakan yang membuat kita hidup dalam ketakutan (Rom. 8:14). Kita kehilangan damai-sejahtera di dalam hati kita karena hidup kita menjadi telah seteru Allah. Padahal damai-sejahtera merupakan suatu kebutuhan rohaniah yang paling mendasar. Tanpa damai-sejahtera dari Allah, maka hidup kita tidak dapat mengenyam makna bahagia dalam hidup ini. Tepatnya tanpa damai-sejahtera dari Allah, kita tidak bahagia. Namun kita sering membungkam perasaan tidak bahagia ini dengan melakukan berbagai keinginan daging. Untuk jangka waktu sementara hati kita memang terhibur. Tetapi perasaan tidak bahagia yang ditutupi oleh berbagai keinginan daging sesungguhnya makin memperdalam penderitaan batin kita. Keadaan tersebut seperti seseorang yang sedang kehausan dengan meminum banyak air laut. Dia akan makin haus ketika minum air laut, tetapi tak lama lagi dia akan mati. Di tengah-tengah dunia yang berdosa ini Kristus tidak membiarkan diri kita seperti yatim-piatu (Yoh. 14:18), yaitu orang-orang yang kehilangan kedua orang-tuanya. Karena itu Dia mencurahkan Roh KudusNya agar hubungan kita dengan Allah dipulihkan. Kuasa Roh Kudus memampukan kita untuk hidup sebagai anak-anak Allah sehingga dalam hidup kita sehari-hari terjalin hubungan yang mesra dengan Allah. Di dalam kuasa kasih Kristus, kita diperkenankan untuk  memanggil Dia yang kudus dengan “ya Abba, ya Bapa”.

Kesaksian Untuk Pembangunan Jemaat

 Karya pencurahan Roh Kudus sering dikaitkan dengan pemberian berbagai karunia kepada setiap orang percaya. Sehingga ketika gereja-gereja Tuhan yang tidak terlalu menonjolkan berbagai karunia Roh dianggap sebagai gereja yang hidup tanpa roh. Bagaimana kita harus menjawab permasalahan ini? Selaku gereja Tuhan, kita tidak menyangkal bahwa karya Roh Kudus juga mengaruniakan berbagai macam karunia seperti karunia hikmat, pengetahuan, menyembuhkan orang sakit, membuat mukjizat, bernubuat, membedakan bermacam-macam roh, karunia bahasa roh dan menafsirkan bahasa roh (I Kor. 12:8-10). Namun yang ditonjolkan oleh kalangan tertentu ternyata bukan karunia hikmat, pengetahuan, bernubuat dan membedakan bermacam-macam roh; melainkan yang sangat ditonjolkan justru karunia menyembuhkan orang sakit, membuat mukjizat dan karunia bahasa roh. Mengapa karunia-karunia tersebut yang ditonjolkan bahkan sering dijadikan ukuran untuk menentukan tingkat dan kualitas iman? Mengapa gereja-gereja atau kelompok-kelompok persekutuan tersebut juga tidak menonjolkan pula karunia-karunia Roh seperti: karunia hikmat, pengetahuan, bernubuat dan karunia untuk membeda bermacam-mcam roh? Keadaan tersebut menunjukkan bahwa ternyata kita tidak mampu menempatkan karunia-karunia Roh secara proporsional dan bertanggungjawab sesuai dengan panggilan hidup kita selaku umat pecaya. Padahal seluruh karunia tersebut ditempatkan oleh rasul Paulus untuk membangun jemaat dalam kesatuan tubuh (I Kor. 12:13, 24-25). Ini berarti karunia Roh yang utama adalah kasih. Sebab kasih senantiasa dapat menjembatani suatu jarak yang semula terputus, dan memampukan setiap pihak yang berbeda untuk hidup dalam rasa hormat dan sikap saling menghargai.  Ketika kita mampu untuk saling mengasihi dan membangun kehidupan persekutuan, maka kita juga mengalami makna damai-sejahtera sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Tuhan Yesus.

Dengan demikian inti dari seluruh kesaksian iman Kristen yang secara hakiki memberitakan Kristus pada hakikatnya terkait dengan teologi pembangunan jemaat. Suatu pelayanan atau kesaksian yang menyebabkan anggota jemaat tidak dapat mengalami proses pertumbuhan rohani yang seharusnya, maka kesaksian iman yang demikian tidak berhasil mencapai sasaran. Jika suatu pelayanan atau kesaksian tidak berhasil mencapai sasaran, mengapa kita tetap melakukannya dengan pola dan metode yang selalu sama? Teologi pembangunan jemaat senantiasa terbuka terhadap berbagai perubahan yang positif dan konstruktif asalkan secara hakiki mempermuliakan Kristus dan memberdayakan jemaat. Karunia Roh memampukan setiap umat percaya untuk mengalami perubahan dan pembaharuan. Karena itu kita dapat memohon agar Roh Kudus memberikan kita hikmat dan pengetahuan yang tepat untuk menyelenggarakan suatu pelayanan dan kesaksian yang membangun jemaat.  Sehingga yang ditawarkan oleh gereja bukan sekedar suatu pelayanan yang berbau “supra-natural”, tetapi suatu pelayanan yang memberdayakan setiap anggota jemaat dalam menghadapi realita kehidupan yang keras dan terbelenggu oleh kuasa dosa. Jemaat perlu diajar bagaimana  mereka harus menerapkan karunia hikmat Allah di tengah-tengah kelicikan dunia ini. Selain itu anggota jemaat juga mampu menerapkan karunia pengetahuan agar mereka mampu memiliki wawasan iman yang kritis dalam menyikapi berbagai “kesesatan” yang terselubung. Semakin anggota jemaat memiliki wawasan iman yang luas, seimbang dan kritis maka mereka akan menjadi para saksi Kristus yang tangguh dalam menghadapi terpaan dan tantangan dunia ini.

Panggilan
Jika demikian, karya pencurahan Roh Kudus pada hakikatnya merupakan karunia Allah bagi setiap orang percaya agar kita mengalami transformasi dalam spiritualitas iman kita. Setiap orang percaya yang hidup menurut Roh senantiasa ditandai oleh perubahan hidup yang terus-menerus, dan pada saat yang sama setiap orang percaya hidup berdamai dengan Allah. Karya Roh Kudus bersifat transformatif sekaligus menciptakan rekonsiliasi dengan Allah, sesama dan dengan diri kita sendiri. Ketika spiritualitas dan kepribadian kita ditransformasi oleh Roh Kudus, sehingga kita juga dapat mengalami rekonsiliasi dengan Allah, sesama dan diri sendiri; bukankah kita juga dimampukan menjadi para pribadi yang dapat mengalami damai-sejahtera Allah?  Tanda-tanda pencurahan Roh Kudus dapat terlihat pada kenyataan yang terjadi dalam spiritualitas dan kepribadian kita, yaitu apakah kita telah berdamai dengan Allah, sesama dan diri kita sendiri. Ketika kita telah diperdamaikan oleh kuasa Roh Kudus, maka kita juga dimampukan untuk mengasihi Allah, sesama dan diri kita sendiri. Bagaimana dengan kehidupan saudara saat ini? Apakah saudara telah mengalami damai-sejahtera? Juga apakah hidup saudara sungguh-sungguh bahagia dan penuh makna? Bila belum, maka pada saat ini Allah menawarkan kasih-karuniaNya kepada kita. Kristus menawarkan Roh KudusNya yang mampu membebaskan diri kita dari roh perbudakan, yaitu kuasa dosa yang mengikat dan membelenggu diri kita.  Amin.

http://www.yohanesbm.com/